Selasa, 14 Oktober 2014

Cerpen fiksi - Belum Selesai



          Arloji hitam ku menunjukkan pukul 06:53 ketika aku baru saja keluar dari indekos ku menuju sekolah. Jarak sekolah sampai kos-kosan kurang lebih 30 meter. Aku harus berjalan cepat jika tidak ingin terlambat ke sekolah. Dengan langkah yang tergesa aku berjalan sembari menenteng 3 buku berukuran besar karena buku-buku itu tidak muat dimasukkan ke dalam tas ku yang mungil. Sepanjang jalan terlihat banyak siswa-siswa yang mengenakan seragam yang sama denganku mengemudikan motornya dengan kencang. Aku tau mereka pasti tau jika aku bersekolah di sekolah yang sama dengan mereka. Tapi tak satupun yang memperlambat laju motornya itu dan menebengiku ke sekolah.
          “ Udah jam tujuh kurang 4 menit! Aku harus lari biar gak telat! “ Kataku dalam hati.
          Setengah langkahku berlari terdengar suara mesin motor yang mengikutiku terus menerus. Aku berhenti dan menoleh ke belakang.
          “ Maksum! “ Kataku terkaget melihat maksum, teman sekelasku. Nama aslinya Wegha Sri Purnama. Namun aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan maksum.
          “ Mau jogging kok pake seragam sih neng? “ Tanyanya menggodaku.
          Aku membuang pandang darinya. Beranjak berlari lagi agar tidak terlambat sampai di sekolah.
          “ Eitttssss.. Jangan marah dong neng. Yuuk bonceng abang “ Kata Maksum kepadaku dengan nada suaranya yang khas. Sebenarnya Maksum itu baik. Hanya saja maksut baiknya terkadang dibungkus oleh kejailannya.
          “ Beneran nih? “ Kataku dengan antusias.
          “ Goceng ya neng “ Kata Maksum sambil setengah tertawa.
          “ Iiiiih Maksuummmm!!! “ Jawabku kesal. Namun segera aku membonceng ke sepeda motor matic Maksum itu karena waktu terlalu mepet.
          Sampai di parkiran sekolah aku dan Maksum berjalan bersama ke kelas. Aku sempat melihat Mas Verdha, sosok kakak kelas yang beberapa hari terakhir ini menjadi pusat perhatianku karena senyumnya yang manis. Tak hanya itu, dia juga lihai memainkan alat musik seperti piano, gitar, dan saxophone.
          “ Tuh kan neng. Coba tadi kamu ga ngebonceng aku. Telat deh pasti “ Kata Maksum.
          “ Iyaaaa.. Makasih ya Maksum!! “ Jawabku kepadanya.
          “ Maksum Maksum.. Kasian bapak ibuk ku udah kasih aku nama baik-baik eh dipanggilnya Maksum. Kayak tukang somay keliling aja! “ Jawab Maksum dengan mimik muka yang cemberut.
          “ Hahaha.. Iya iya maaf Wegha Sri Purnama “ Kataku lagi.



          Bel istirahat ke dua berbunyi. Aku dan Kesha segera menuju ke kantin karena lapar yang mendera sejak jam ke empat tadi.         
“ Ngerjain ulangannya Pak Herdi bikin laper “ Kata Kesha
          “ Kamunya aja kali yang tukang laper “ Jawabku
          “ Eh tapi beneran pertanyaan-pertanyaannya Pak Herdi menuntutku untuk berpikir lebih keras dari biasanya dan itu membuat perutku jadi lebih cepet laper dari biasanya “ Jawab Kesha dengan intonasi dan ciri yang khas.
          “ Halaah “ Jawabku nyengir sambil memasukkan sesendok soto ayam ke mulutku.
          Dari kejauhan, kulihat Mas Verdha sedang duduk di kantin ujung sambil membaca novel dan mendengarkan musik melalui earphone putihnya. Kepalanya mengangguk-angguk pertanda Ia sangat menikmati musik yang didengarkan. Aku memandanginya sekejap. Wajahnya terlihat putih bersih dan manis.
Lalu ku nikmati lagi soto ayamku yang masih panas. Di depanku terlihat Kesha dengan piring nasi gorengnya yang sudah habis.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar