Arloji hitam ku menunjukkan pukul 06:53
ketika aku baru saja keluar dari indekos ku menuju sekolah. Jarak sekolah
sampai kos-kosan kurang lebih 30 meter. Aku harus berjalan cepat jika tidak
ingin terlambat ke sekolah. Dengan langkah yang tergesa aku berjalan sembari menenteng
3 buku berukuran besar karena buku-buku itu tidak muat dimasukkan ke dalam tas
ku yang mungil. Sepanjang jalan terlihat banyak siswa-siswa yang mengenakan
seragam yang sama denganku mengemudikan motornya dengan kencang. Aku tau mereka
pasti tau jika aku bersekolah di sekolah yang sama dengan mereka. Tapi tak
satupun yang memperlambat laju motornya itu dan menebengiku ke sekolah.
“ Udah jam tujuh kurang 4 menit! Aku
harus lari biar gak telat! “ Kataku dalam hati.
Setengah langkahku berlari terdengar
suara mesin motor yang mengikutiku terus menerus. Aku berhenti dan menoleh ke
belakang.
“ Maksum! “ Kataku terkaget melihat
maksum, teman sekelasku. Nama aslinya Wegha Sri Purnama. Namun aku lebih suka
memanggilnya dengan sebutan maksum.
“ Mau jogging kok pake seragam sih
neng? “ Tanyanya menggodaku.
Aku membuang pandang darinya. Beranjak
berlari lagi agar tidak terlambat sampai di sekolah.
“ Eitttssss.. Jangan marah dong neng.
Yuuk bonceng abang “ Kata Maksum kepadaku dengan nada suaranya yang khas.
Sebenarnya Maksum itu baik. Hanya saja maksut baiknya terkadang dibungkus oleh
kejailannya.
“ Beneran nih? “ Kataku dengan
antusias.
“ Goceng ya neng “ Kata Maksum sambil
setengah tertawa.
“ Iiiiih Maksuummmm!!! “ Jawabku
kesal. Namun segera aku membonceng ke sepeda motor matic Maksum itu karena
waktu terlalu mepet.
Sampai di parkiran sekolah aku dan
Maksum berjalan bersama ke kelas. Aku sempat melihat Mas Verdha, sosok kakak
kelas yang beberapa hari terakhir ini menjadi pusat perhatianku karena senyumnya
yang manis. Tak hanya itu, dia juga lihai memainkan alat musik seperti piano,
gitar, dan saxophone.
“ Tuh kan neng. Coba tadi kamu ga ngebonceng
aku. Telat deh pasti “ Kata Maksum.
“ Iyaaaa.. Makasih ya Maksum!! “ Jawabku
kepadanya.
“ Maksum Maksum.. Kasian bapak ibuk ku
udah kasih aku nama baik-baik eh dipanggilnya Maksum. Kayak tukang somay
keliling aja! “ Jawab Maksum dengan mimik muka yang cemberut.
“ Hahaha.. Iya
iya maaf Wegha Sri Purnama “ Kataku lagi.
Bel istirahat ke dua berbunyi. Aku dan
Kesha segera menuju ke kantin karena lapar yang mendera sejak jam ke empat
tadi.
“ Ngerjain ulangannya Pak Herdi bikin laper “ Kata Kesha
“ Kamunya aja kali yang tukang laper “
Jawabku
“ Eh tapi beneran
pertanyaan-pertanyaannya Pak Herdi menuntutku untuk berpikir lebih keras dari
biasanya dan itu membuat perutku jadi lebih cepet laper dari biasanya “ Jawab
Kesha dengan intonasi dan ciri yang khas.
“ Halaah “ Jawabku nyengir sambil
memasukkan sesendok soto ayam ke mulutku.
Dari
kejauhan, kulihat Mas Verdha sedang duduk di kantin ujung sambil membaca novel
dan mendengarkan musik melalui earphone putihnya. Kepalanya mengangguk-angguk
pertanda Ia sangat menikmati musik yang didengarkan. Aku memandanginya sekejap.
Wajahnya terlihat putih bersih dan manis.
Lalu ku nikmati lagi soto ayamku yang masih panas. Di depanku
terlihat Kesha dengan piring nasi gorengnya yang sudah habis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar